cerita : Anugh
sutradara : untung rifai
artistik : kikana rahman
musik : kikana rahman
penyaji terbaik dan penulisan naskah terbaik
festival budi pekerti jawa timur 2007
act : Blossom community, Sampang
1. Pak Musik : (lagu tanjung perak gaya lepas)
2. Pak Kopal : (keluar, membawa kotak
besar, diletakkan dikursi lalu membungkukkan badan dan menaruhnya) Beginilah
kalau aktor disuruh mengangkat property sendiri. (Mengusap keringat)
3. Pak Musik : Pak, baru dateng kok ngerasani orang
4. Pak Kopal : (meletakkan kotak yang ternyata karambol
mini) Keterlaluan tidak ngajeni orang tua
5. Pak Musik : Wah… tersinggung melukai your feeling tu pak
(di tambah komentar lainnya)
6. Pak Kopal : (menata biji karambol yang telah diambil
dari sakunya, lalu sibuk mencari-cari sesuatu) Pak musik, kalian tahu dimana
bijiku yang satu ?
7. Pak Musik : masa bapak tidak tahu lha wong lengket di tubuh
bapak begitu, didalam itu-tu… sekarang sedang diatas…
8. Pak Kopal : kalian jangan main-main,saya serius. Masa
biji karambol bisa lengket, di dalam itu-tu, malah di atas lagi
9. Pak Musik : Wah, asosiasinya Bapak ke pulau Irian. Di
sana lho pak, di… anu… di dalam kopyah Bapak
10. Pak Kopal : (membuka kopyahnya, melihat dalamnya lalu
heran) tidak da begini (mencari di rambutnya) oh ini, oh ya ini saya manipulasi
dari Kromo tadi siang. (berbisik) pak musik harus janji, tidak bilang
siapa-siapa berhubung bijiku telah disapu istri tercinta (berbisik lalu sibuk
bermain karambol) loh, bagaimana cara membidik yang tepat masuk lubang, tanpa
menimbulkan efek samping. Misalnya yang dibidik masuk, tapi “gaco”nya ikut
masuk. Atau nyenggol tetangga-tetangganya. Ini dalam karambol, jangan
dipraktekkan lho! Oya, aku punya cara yang tepat untuk mengatasi semuanya
(bangkit masuk kedalam)
11. Pak Musik : jedapenghubung .,…………………..
12. Pak Kopal : (keluar,membawa buku, mondar-mandir dan
manggut-manggut seperti sedang menghafal)
13. Pak Musik : apa yang dibaca pak, seperti cewek dapat
surat cinta saja
14. Pak Kopal : inilah buku petunjuk pemain karambol yang
baik dan benar, jadi tidak ngawur, tidak anut grubyuk. Karena semua itu ada
aturannya ada undang-undangnya (lalu sibuk bermain lagi)
15. Jamilah : (keluar berjingkat-jingkat) La… kok
pakai buku petunjuk.
16. Pak Kopal : kamu membuat bapak terkejut saja, sampai
bijiku tak mau masuk lubang. Makmu kemana nduk biasanya kalo aku bermain begini
dia cemburu.
17. Jamilah : nonton wayang dikelurahan, sejak jam 4
tadi.
18. Pak Kopal : mainnya jam berapa nduk?
19. Jamilah : ya, jam 10. Emak kan membantu membuat
masakan. Lha bapak tidak nonton?
20. Pak Kopal : wayang itu kuno, tontonannya orang-orang
ompong, peot. Sedangkan aku kan masih muda dan gagah. Nonton wayang, sama saja
mengejek aku sendiri.
21. Jamilah : kok begitu ?
22. Pak Kopal : bagaimana tidak, wayang itu kan dibuat dari
balungan, dan kulit, padahal saya kan juga tinggal tulang terbungkus kulit
saja. Itu kan menghina… lebih malu lagi kalo ada cakilnya.
23. Jamilah : malah sekarang bapak main klotekan
sampai lupa segalanya, beras habis mbuh ra ruh… kemana emak, mbuh ra ruh, mbuh
ra ruh, mbuh ra ruh… sampai-sampai piket kampung pun mbuh ra ruh dilupakan demi
klotekan…
24. Pak Kopal : lha, dunia sudah terbalik, bapak dimarahi
anak kamu mbok jangan kemleter. Karambol kan lebih afdol dari wayang, lebih
bonafit dari keluyuran. Tidak usah piket dikampung, kan aku setiap malam sudah
memiketi makmu. Eh maksudku, menjaga dari ancaman musuh dalam selimut. Kalau
setiap orang dikampung ini menjaga istri-istrinya masing-masing seperti aku,
amanlah dunia. Spionase dan penanaman modal asing akan musnah seketika. Tidak
ada lagi (memasukkan biji ke lubang) masuk…..
25. Jamilah : (melihat keluar, membuka pintu menutup
lagi, lalu mondar-mandir)
26. Pak Kopal : ada apa kamu kok memeti nduk? Seperti babon
mau bertelur.
27. Jamilah : nunggu temen emm mau nonton wayang.
28. Pak Kopal : ingat lho nanti calon suamimu ngapeli kamu.
Lho kok kaget? Dia itu putranya Den Syarif juragan tempe paling kaya di kampung
kita itu.
29. Jamilah : saya (kaget) tidak mau (marah), tidak
mau (sedih), tidak mau (manja)
30. Pak Kopal : jangan malu-malu kucing, ini kanjeng
Pangeran, kau akan kawin dengan keturunan Bangsawan. Kamu akan mukti. Ya, tentu
saja aku dan makmu akan “numpang” nunut kamuktenmu itu. Ini adalah prinsip
ekonomi. Ya kalau kamu tidak mau sama dosanya dengan menolak takdir.
31. Jamilah : (bangkit, sedih memandang keluar, lalu
berbalik dan menangis)
32. Musik : (derap sepatu kuda dan kusir menghalau.
Menyanyikan cuplikan lagu Jamilah)
33. Jamilah : (bangkit, kelihatan gembira, melihat
keluar menunggu di depan pintu dengan was-was. Musik berhenti dia membukakan
pintu)
34. Gatul : halo Jamilah, oh halo bapak.
35. Pak Kopal : (mengacaukan biji-biji karambol dengan
gemas, pergi sambil menggerutu) Kusir delman sinting !
36. Gatul : lama menanti, my darling ?
37. Jamilah :
(cemberut) selalu begitu, terlambat itu budayamu.
38. Gatul : maafkan aku, manis (mencubit pipi
jamilah, tetapi ditolak dengan kasar)
39. Jamilah : mbok aku dirayu aku kan pacarmu (manja)
40. Musik : (apel malam minggu aku malu malu, apel
minggu lainnya ku pasang strategi)
41. Gatul : stop stop, benar kalian. Akan
kupasang strategi untuk menggoyahkan benteng musuh dan menaklukkannya
pelan-pelan.
42. Musik : nyanyi lagi, mas Gatul ?
43. Gatul : jangan, jangan nanti mengganggu,
tapi jangan coba-coba ngintip, aku malu-malu. (duduk mendekat tapi jamilah
menjauh, tapi gatul mengejar terus sampai ujung kursi). Jamilah, kalau kamu
marah semakin manis.
44. Jamilah : (marah) itukan sudah konvensional, sudah
klisetoh. Aku bukan penjual manisan.
45. Gatul : dikaulah pembangkit jiwa dan
penerang hidupku
46. Jamilah : huh, kau anggap pegawai listrik, menerangi hidupmu, tak usah
ya.
47. Gatul : andaikan, engkau gunung Fujiyama,
aku akan menemanimu sebagai angin yang membelai-belai tubuhmu yang putih dan
halus ini.
48. Jamilah : kalau aku jadi angin ?
49. Gatul : aku akan jadi burung, terbang
diatasmu menjelajahi wajahmu yang mulus, lembut tanpa jerawat.
50. Jamilah : kalau aku jadi burungnya ?
51. Gatul : aku akan jadi pemburunya, akan aku
tembak tubuhmu yang elok dan menawan hati. Kubawa pulang sebagai penghias
rumahku.
52. Jamilah : kalo pemburunya aku ?
53. Gatul : aku jadi tembaknya, yang selalu
setia menemani engkau kemanapun pergi
54. Jamilah : kalau aku tembaknya ?
55. Gatul : pelurunya aku, yang selalu hangat dalam
pelukanmu
56. Jamilah : enak saja, aku bukan ilmu pengetahuan
alam yang bisa diubah seenak dengkulmu ! (ganti tempat)
57. Gatul : maksudku, engkaulah segala-galanya
bagiku, ehm …….. tanganmu haluuuus sekali jamilah (tangannya merayap ke tangan
jamilah tapi tidak memandangnya karena gugup, dengan cepat jamilah menyodorkan
balon yang berbunyi. Dengan mesra gatul membelainya) tanganmu bener-benar halus
dan licin. Boleh aku meremasnya ? (maka diremasnya balon itu hingga berbunyi.
Gatul terkejut sampai meloncat). Kamu itu senang ya melihat kekasihmu terkejut.
Untung aku nggak kena penyakit jantung, kalau kena (marah), pasti sudah
diterbangkan ke dokter indraka apriadi, ahli penyakit dalam.
58. Jamilah : dalam jantung, dalam rumah, dalam
kantung, dalam ini, dalam itu, dalam itu, dalam itu aku juga kena penyakit
dalam, dalam hati ………… masa, pacar ngapeli hanya untuk marah-marah (manja).
59. Gatul : (menyembah) maafkan aku sayang,
benar-benar aku khilaf. Oh ……. Lidah tak bertulang
60. Jamilah : (memalingkan muka dengan cemberut)
61. Salim : ( menengok ke dalam lewat jendela
pintu) Oh … mati aku
62. Musik : sampakan mydley tokecang
63. Salim : (memutar pintu) Jamilah, kamu kan
jamilah, mengapa dikau pacaran sama si gatul? Dia kan kusir pribadinya bapakku.
Jamilah, bukannya dikau telah bertunangan denganku?, oh … jamilah sayang kembalilah
padaku, atau menjauhlah dari babu itu,
tujulah ke pelukanku saying.
64. Jamilah : Huh …. Najis tak sudi aku muka blek, tak
tahu malu.
65. Salim : oh … dikau menolak cintaku?, dikau
campakkan cinta suci ini, kejam nian hatimu. (marah) akan aku adukan pada
bapakku. He gatul ayo ikut, kupecat kau.
66. Gatul : maaf tuan, aku sudah benar-benar
lengket dengan jamilah. Walau aku dipecat, aku akan menjadi kusirnya yang
agung.
67. Salim : (berlari ke pintu terbalik) awas …
kalian tunggu disini
68. Gatul :
(naik ke kursi) silahkan tuan yang terhormat, aku pertahankan sampai
titik darah penghabisan (teriak). (tapi kemudian berubah menjadi cemas),
bagaimana ini …. Oh, ( berlari mondar-mandir).
69. Jamilah : katanya berani
70. P. Syarif : (keluar) mana …. Dimana calon menantu
saya ?
71. Music : calon menantu tuan kini sedang
pacaran
72. P. Syarif : kamu jangan memfitnah, dia itu sudah
ditunangkan (mengetuk pintu)
73. Gatul : oh … oh ada tamu (seperti tak sadar
gatul memutar pintu tapi setelah mengetahui yang dating pak sarif maka ditutup
lagi) Oh …. Dia sudah dating (ketakutan mondar mandir setelah sembunyi di bawah
kursi) buka (berbisik pada jamilah)
74. P. Syarif : kopal …. Dimana kopal, keluarlah
penghianat (berteriak) (lalu Syarif masuk setelah dibukakan pintu oleh jamilah dan ditutup lagi ketika salim mau masuk. Salim
memutar pintu sendiri). Kopal keluar! ….. jamilah mana si gatul, akan aku bunuh
dia (seraya mengeluarkan celurit).
75. Kopal : (keluar sambil membawa tongkat,
seperti habis bangun tidur) ada apa den ? seperti kebakaran jenggot saja.
76. P. Syarif : ini soal harga diri. Harga driku dan
harga diri anakku salim (sambil memukulkan tongkatnya ke atas meja karambol)
kau telah membantingnya, kau telah mengingkari janji putra Madura. Ah ….
Sahabat bertahun-tahun kini pembohong, kubunuh kau …
77. P. kopal : sabar den, akan saya jelaskan dulu
78. Jamilah : berhenti pak (memelas sambil merangkul
tangan syarif dengan cemas, kuatir ayahnya cidera)
79. P. Syarif : baiklah (lunak) untung lho aku berhati
baik dan sabar, tapi dimana gatul? Dimana, kubunuh dia.
80. Jamilah : jangan dibunuh den, dia gak ada (karena
ketakutan dia mundur dan kakinya menginjak tangan gatul)
81. Gatul : aaooo …. (kesakitan)
82. P. Syarif : oooo …. Ini (membuka bangku) kamu telah
melunturkan kepercayaanku, kupukul kau.
83. P. kopal : sudahlah den, kita rembuk secara
kekeluargaan, karena kursi hanya satu, maka kita rembukan di bawah saja. Duduk
sama rendah berdiri sama tinggi. (kemudian mereka duduk melingkari papan
karambol mini tersebut).
84. P. Syarif : sudah, apa yang mesti kita bicarakan,
hee….
85. Jamilah : Anu…Den Syarif yang baik
hati.Eee…,…Jamilah tidak mau…
86. P.Syarif : Mengapa tidak mau….?(Marah) dia itu
jebulan Universitas dikota lho.
87. Salim : Benar Den. Tapi perlu diketahui bahwa
saya tidak jebol. (Selalu ngegongi P.Syarif)
88. P.Syarif : Lho, itu anak saya……Pak Syarif yang kaya
raya. Wistalah kebutuhanmu….lipstik, sydu,make-up, dst (diucapkan dengan cepat.
Dia akan (merangkul biji karambol)….memberi bapakku …..(member biji karambol) juga
mendermakan orang miskin seperti kamu. (Memberikan biji karambol satu buah
kepada Gatul).Serta akan memberikan hartanya kepadamu.(Sambil memberikan
seluruh biji karambol kepada Jamilah).
89. Jamilah : Huh…haram bagiku! (melempar biji
karambol itu sehingga jatuh kepapan karambol lagi)
90. P. Kopal : Sudahlah nduk…..terima saja, supaya bapak
kemaluannya tidak tambah besar kepada Den Syarif. Kowe tau bahwa tempe yang kau
makan selama 2 tahun ini adalah pemberian dan kebaikan Den Syarif. Gratis.
91. Jamilah : Aku tak sudi
92. Salim : Hee…apa yang kamu banggakan dari
kusir delman itu ?
93. Jamilah : Hatinya suci dan punya pekerjaan. Tidak
seperti kamu (menuding) Sarjana tapi klontang klantung. Itu pengangguran samar
94. P. kopal : Tapi dia, nduk.
95. Jamilah : Yeeek….Kaya karena pemerasan saja kok
dibanggakan !
96. P.Kopal : Nduk…(marah) kamu itu kalau bicara mbok yo
jangan prucat-prucut seperti membuat pentol saja kamu nanti bisa saja dicabuti
lho rambutmu !........ (berpaling ke
Gatul). Hee Gatul. Apakah kamu ingin menjadi pahlawan, heh ?........itu kudamu
sendiri (dengan angkuh)
97. Gathul : Betul, pak. Walau kreditnya belum lunas.
98. P.Kopal : Kau rawat dengan baik-baik kuda itu.
Apakah kalau memandikan kamu sikat sampai bersih ?
99. Gathul : Jelas toh setiap hari saya mandikan
sampai mengkilat kok.
100. P.Syarif : Nah…..ketahuan belangnya kalau dia
memandikan sampai bersih tentu juga ia membersihkan hal-hal
yang rahasia. Iya kan ? jadi ia sangat sensitive sama kuda,Pak.
101. P.Kopal : Kalau kau memandikan kudamu kemana ?
102. Gathul : Ke sungai, Pak.
103. P.Kopal : Ke sungai tempat orang-orang kampung itu
?......ada perawannya ?
104. Gathul : Ia, disana banyak orang-orang mandi
105. P.Kopal : Kau juga ngintip perawan-perawan yang
mandi itu kan ? akui sajalah !
106. Gathul : Tidak………..tidak…………… tapi kadang-kadang.
107. P.Kopal : Kalu kau sedang jagong malam hari lantas
ada cewek cantik. Lantas apa yag kamu lakukan ?
108. Gathul : Demi kemanusiaan saya akan
mengantarkannya sampai kerumah
109. P.Syarif : Jelas pada malam hari dingin dan sepi berdua
jelas saja dia ini tidak bermoral dan tidak berbudi pekerti. Nah sekarang boleh tidak boleh Jamilah harus kawin
dengan salim.Kalau Pak Kopal menolak , Hutang dan jatah selama 2 tahun harus
dibayar sekarang juga.
110. Salim : Betul, Pak
111. P.Syarif : Di Sampig itu kalau Pak Kopal menolak
itu berrarti kau menghina keturunan bangsawan karaton yaitu Sila Al Sialan
Hanyokro Balimbing yen adus ning kali yen mangan neng warung resuruh bumi.
112. P.Kopa : Saya tidak sanggup membayar, den,
eeeehh…..Jamilah terima sajalah lamaranya.
113. Jamilah : Tapi saya tidak cinta lho.Pak.
114. P.Kopal : Harus di terima……..harus !
115. Jamilah : Kok maksa to ?
116. Salim : Lho paksa-memaksa hukumnya wajib lho
jeng.
117. P.Kopal : Alah sudahlah. Untuk sementara ini kamu
harus manut sama bapakmu……Kamu tau bahwa bapakmu dulu sama ibumu asalnya dak
seneng . Tapi malamnya waktu ibumu melihat kumis ini langsung jatuh cinta kok.
118. P.Syarif : Pak, sampean kalau tidak bisa memaksa
anak sampeyan akan saya bunuh sampeyan (Sambil mencabut celurit kearah pak
Kopal)
119. Jamilah : Jangan Den, Jangan bunuh Bapakku………..Oh
(Menan)
120. P.Syarif : ah, kalau kasihan Bapakmu, kamu harus
menerimanya.
121. Jamiah : Saya tidak bias menerimaya ! (menangis)
122. P.Kopal : Apa
!
123. Jamilah : (Menangis) aku tidak dapat menerimanya……..karena
saya sudah berbadan………. Dua………
124. P.Syarif : Mmmmmatttti aku !
125. P.Kopal : Jadi kau sudah hamil …………….(smash) kau
sudah mencoreng arang dikening bapakmu, Nak
126. Salim : (Berjala sambil membawa saputangan dam
memberikan kepada Bapaknya )
127. P.Kopal : Dengkolmu anjlok kono !..............Sudah mahasiswa kok masih pah-poh
128. P.Syarif : Thol, nin oasti yg jadi beang keroknya
adalah kamu
129. Salim : Pak……….. dari pada keluarga kita
turun kehormatan lebih baik aku tidak kawin . Pulang pak (jengkel)
130. P.Kopal : (Menyesal) Ini semua gara-gara kamu aku
sekarang malu (mengis sambil merebahkam mukanya kemeja kerambol)………………………….
131. Jamilah :Maafkan saya Pak……….(Pause) Pak apakah
Bapak tidak mau mengawinkan saya dengan mas Gathul
132. P.Kopal : Baik saya restui (Angkuh)
133. Jamilah : Sungguh Pak
134. Jamilah : (Merayu) Pak, Bapak jangan kecewa dengan
apa yang Jamilah lakukan hal ini beja bagi kita Pak
135. P.Kopal : Beja bagaimana / kegelakaan gitu kok
kamu arani bejo
136. Gathul : Pak.Sebenarnya apa yang disangka bapak
itu tidak benar
137. P.Kopal : Jelas yang melakukan ngaku kok.
138. Gathul : Sebenarnya ini adalah sandiwara , Pak
139. Jamilah : Betul Pak sebenarnya saya tidak hamil
140. P.Kopal : Mengapa kau melakukan semua ini ?
141. Jamilah : Sebenarnya saya cinta sama Gathul, Untuk
itu saya mencari jalan untuk menolak Salim. Akhirnya saya membuat pengakuan
seperti ini, biar keluarga pak Syarif tidak jadi memaksa Bapak mengawinkan
Salim dengan Saya, Pak
142. Gathul : karena sudah Bapak restui maka saya dan
Jamilah akan ke Penghulu sambil keliling menaik delman, Pak ( kedua insan itu
pergi )
143. P. Kopal : ( menangis ) oh,…………………………..tidak jadi
besanan keturunan Bangsawan…………………………… Ohhhhhhhhhhhhhh……………………………………
Block out --- on stage
0 komentar: